Monday, February 27, 2012

Rumah Cokelat. By Sitta Karina




JADI IBU MUDA BEKERJA DI JAKARTA TIDAK MUDAH !!!!

Kata itu yang pertama saya baca ketika menengok cover belakang buku ini. Yang akhirnya berhasil merayu hati saya untuk membeli buku ini ketika saya sudah hampir 1 jam lebih berkeliling toko buku (sendirian) :) Ketika baru membaca bab pertama, saya dihadapkan pada situasi yang sering terjadi dikehidupan sehari-hari, pasangan muda yang telah dikaruniai anak,  dengan kesibukan sebagai seorang karyawan di perusahaan bonafit  ditambah dengan situasi lalu lintas kota Jakarta yang ‘jahanam’ saat ini membuat banyak orang tua merasa waktu 24 jam yang Tuhan berikan tidaklah cukup.

Hannah Andhito adalah tipikal perempuan masa kini, bekerja di perusahaan multinasional, mengikuti trend fashion dan gaya hidup terkini sambil berusaha menabung untuk keluarga kecilnya. Sangat hobi melukis dengan cat air. Memiliki Wigra-suami yang tampan dan family-oriented, serta si kecil Razsya yang usianya jalan 2 tahun. Kemacetan menjadi salah satu sebab waktu berharganya dengan keluarga berkurang. Berangkat lebih pagi untuk menghindari kemacetan dan pulang malam karena MACET. Wajah pucat, kuyu alias tanpa ekpresi seperti ”zombie”, tampang khas karyawan ibukota.

Ditambah dengan banyaknya "kegiatan pribadi" yang dijalani Hannah diluar jam kerja bahkan sampai turut menyita waktu libur –yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga- . Keego-an Hannah terkadang membuat saya geram ketika membaca buku ini. Kok ya bisa-bisanya seorang Ibu lebih memikirkan harga sepatu branded yang lagi diskon besar-besaran, ketimbang menggunakan waktu luangnya untuk sekedar bermain bersama anak. Huh!

Tak heran jika kemudian Razya lebih dekat dengan Upik-pengasuhnya dari pada dengan Ibunya sendiri. Sampai suatu waktu Razya 'mengigau' "Razya sayang Mbak Upik!!!". Igauan itu membuat Hannah bagai ditampar habis-habisan oleh putranya sendiri.

Masalah lain timbul antara  Hannah dan Ibunya-Eyang Yanni- karena Hannah & Wigra sendiri masih menumpang di rumah orang tuanya. Perbedaan pendapat cara pengasuhan serta pendidikan untuk Razsya membuat semakin keruhnya suasana rumah, yang mengakibatkan Razsya tumbuh menjadi anak yang sensitif.

Sadar akan hal itu, pada akhirnya Hannah memutuskan resign dari perusahaan tempat ia bekerja sekaligus menyalurkan hobi melukisnya, dengan harapan Ia bisa mengurus keluarga secara total! Namun meski begitu, konflik tetap saja tidak bisa dihindari. Apalagi sabahat-sahabat Hannah yang sering  muncul pada waktu yang tidak tepat, memberikan kesan seperti ingin merecoki rumah tangga mereka.  Perjalanan Hannah menemukan makna bahwa menjadi seorang IBU yang sesungguhnya itu  tidak lah mudah.

Dialog favorit saya pada buku ini , yaitu ketika muncul percakapan Wigra dengan Razsya sambil menatapi langit malam : 
"Jagain Ibu ya, nak. Hormati perempuan. Kalau nanti Razsya sudah besar dan mau berbuat seenaknya ke perempuan. Ingat Ibu. Menyakiti mereka sama dengan menyakiti Ibu"
(Wigra bukan cuma sekedar tampan & pintar, tapi dia juga sangat penyayang. Tipe Pria Idaman wanita  ^^ )

Setelah membaca buku ini sampai halaman terakhir, membuat rencana saya untuk tidak bekerja lagi setelah menikah dan dikaruniai anak  (nanti) semakin BULAT. Saya bukan hanya ingin mendidik anak dengan cara saya dan suami saya sendiri, tapi juga tidak ingin suatu saat melihat anak saya lebih dekat dan sayang pada pengasuh dari pada orang tuanya sendiri. 

Semoga.




No comments:

Post a Comment

Monday, February 27, 2012

Rumah Cokelat. By Sitta Karina




JADI IBU MUDA BEKERJA DI JAKARTA TIDAK MUDAH !!!!

Kata itu yang pertama saya baca ketika menengok cover belakang buku ini. Yang akhirnya berhasil merayu hati saya untuk membeli buku ini ketika saya sudah hampir 1 jam lebih berkeliling toko buku (sendirian) :) Ketika baru membaca bab pertama, saya dihadapkan pada situasi yang sering terjadi dikehidupan sehari-hari, pasangan muda yang telah dikaruniai anak,  dengan kesibukan sebagai seorang karyawan di perusahaan bonafit  ditambah dengan situasi lalu lintas kota Jakarta yang ‘jahanam’ saat ini membuat banyak orang tua merasa waktu 24 jam yang Tuhan berikan tidaklah cukup.

Hannah Andhito adalah tipikal perempuan masa kini, bekerja di perusahaan multinasional, mengikuti trend fashion dan gaya hidup terkini sambil berusaha menabung untuk keluarga kecilnya. Sangat hobi melukis dengan cat air. Memiliki Wigra-suami yang tampan dan family-oriented, serta si kecil Razsya yang usianya jalan 2 tahun. Kemacetan menjadi salah satu sebab waktu berharganya dengan keluarga berkurang. Berangkat lebih pagi untuk menghindari kemacetan dan pulang malam karena MACET. Wajah pucat, kuyu alias tanpa ekpresi seperti ”zombie”, tampang khas karyawan ibukota.

Ditambah dengan banyaknya "kegiatan pribadi" yang dijalani Hannah diluar jam kerja bahkan sampai turut menyita waktu libur –yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga- . Keego-an Hannah terkadang membuat saya geram ketika membaca buku ini. Kok ya bisa-bisanya seorang Ibu lebih memikirkan harga sepatu branded yang lagi diskon besar-besaran, ketimbang menggunakan waktu luangnya untuk sekedar bermain bersama anak. Huh!

Tak heran jika kemudian Razya lebih dekat dengan Upik-pengasuhnya dari pada dengan Ibunya sendiri. Sampai suatu waktu Razya 'mengigau' "Razya sayang Mbak Upik!!!". Igauan itu membuat Hannah bagai ditampar habis-habisan oleh putranya sendiri.

Masalah lain timbul antara  Hannah dan Ibunya-Eyang Yanni- karena Hannah & Wigra sendiri masih menumpang di rumah orang tuanya. Perbedaan pendapat cara pengasuhan serta pendidikan untuk Razsya membuat semakin keruhnya suasana rumah, yang mengakibatkan Razsya tumbuh menjadi anak yang sensitif.

Sadar akan hal itu, pada akhirnya Hannah memutuskan resign dari perusahaan tempat ia bekerja sekaligus menyalurkan hobi melukisnya, dengan harapan Ia bisa mengurus keluarga secara total! Namun meski begitu, konflik tetap saja tidak bisa dihindari. Apalagi sabahat-sahabat Hannah yang sering  muncul pada waktu yang tidak tepat, memberikan kesan seperti ingin merecoki rumah tangga mereka.  Perjalanan Hannah menemukan makna bahwa menjadi seorang IBU yang sesungguhnya itu  tidak lah mudah.

Dialog favorit saya pada buku ini , yaitu ketika muncul percakapan Wigra dengan Razsya sambil menatapi langit malam : 
"Jagain Ibu ya, nak. Hormati perempuan. Kalau nanti Razsya sudah besar dan mau berbuat seenaknya ke perempuan. Ingat Ibu. Menyakiti mereka sama dengan menyakiti Ibu"
(Wigra bukan cuma sekedar tampan & pintar, tapi dia juga sangat penyayang. Tipe Pria Idaman wanita  ^^ )

Setelah membaca buku ini sampai halaman terakhir, membuat rencana saya untuk tidak bekerja lagi setelah menikah dan dikaruniai anak  (nanti) semakin BULAT. Saya bukan hanya ingin mendidik anak dengan cara saya dan suami saya sendiri, tapi juga tidak ingin suatu saat melihat anak saya lebih dekat dan sayang pada pengasuh dari pada orang tuanya sendiri. 

Semoga.




No comments:

Post a Comment