JADI IBU MUDA BEKERJA DI
JAKARTA TIDAK MUDAH !!!!
Kata itu yang pertama saya
baca ketika menengok cover belakang buku ini. Yang akhirnya berhasil merayu hati saya untuk membeli buku ini ketika saya sudah hampir 1 jam lebih berkeliling toko buku (sendirian) :) Ketika baru membaca bab pertama, saya dihadapkan pada situasi yang sering terjadi dikehidupan sehari-hari, pasangan
muda yang telah dikaruniai anak, dengan
kesibukan sebagai seorang karyawan di perusahaan bonafit ditambah dengan situasi lalu lintas kota
Jakarta yang ‘jahanam’ saat ini membuat banyak orang tua merasa waktu 24 jam
yang Tuhan berikan tidaklah cukup.
Hannah Andhito adalah tipikal perempuan masa kini, bekerja
di perusahaan
multinasional, mengikuti trend fashion dan gaya hidup terkini sambil berusaha menabung
untuk keluarga kecilnya. Sangat hobi melukis dengan cat air. Memiliki
Wigra-suami yang tampan dan family-oriented, serta si kecil Razsya yang usianya jalan 2 tahun. Kemacetan
menjadi salah satu sebab waktu berharganya dengan keluarga berkurang. Berangkat lebih pagi untuk menghindari kemacetan dan
pulang malam karena MACET. Wajah pucat, kuyu alias tanpa ekpresi seperti ”zombie”,
tampang khas karyawan ibukota.
Ditambah dengan banyaknya "kegiatan pribadi" yang dijalani Hannah diluar jam kerja bahkan sampai turut
menyita waktu libur –yang seharusnya dihabiskan bersama keluarga- . Keego-an Hannah terkadang membuat
saya geram ketika membaca buku ini. Kok ya bisa-bisanya seorang Ibu lebih
memikirkan harga sepatu branded yang
lagi diskon besar-besaran, ketimbang menggunakan waktu luangnya untuk sekedar
bermain bersama anak. Huh!
Tak
heran jika kemudian Razya lebih dekat dengan Upik-pengasuhnya dari pada dengan
Ibunya sendiri. Sampai suatu waktu Razya 'mengigau' "Razya sayang Mbak
Upik!!!". Igauan itu membuat Hannah bagai ditampar habis-habisan oleh putranya
sendiri.
Masalah
lain timbul antara Hannah dan
Ibunya-Eyang Yanni- karena Hannah & Wigra sendiri masih menumpang di rumah
orang tuanya. Perbedaan pendapat cara pengasuhan serta pendidikan untuk
Razsya membuat semakin keruhnya suasana rumah, yang mengakibatkan Razsya tumbuh
menjadi anak yang sensitif.
Sadar akan hal itu, pada akhirnya Hannah
memutuskan resign dari perusahaan
tempat ia bekerja sekaligus menyalurkan hobi melukisnya, dengan harapan Ia bisa
mengurus keluarga secara total! Namun meski begitu, konflik tetap saja tidak
bisa dihindari. Apalagi sabahat-sahabat Hannah yang sering muncul pada waktu yang tidak tepat,
memberikan kesan seperti ingin merecoki rumah
tangga mereka. Perjalanan Hannah
menemukan makna bahwa menjadi seorang IBU yang sesungguhnya itu tidak lah mudah.
Dialog favorit saya pada buku
ini , yaitu ketika muncul percakapan Wigra dengan Razsya sambil menatapi langit
malam :
"Jagain Ibu ya, nak. Hormati
perempuan. Kalau nanti Razsya sudah besar dan mau berbuat seenaknya ke
perempuan. Ingat Ibu. Menyakiti mereka sama dengan menyakiti Ibu"
(Wigra bukan cuma sekedar tampan & pintar, tapi dia juga sangat penyayang. Tipe Pria Idaman wanita ^^ )
(Wigra bukan cuma sekedar tampan & pintar, tapi dia juga sangat penyayang. Tipe Pria Idaman wanita ^^ )
Setelah membaca buku ini
sampai halaman terakhir, membuat rencana saya untuk tidak bekerja lagi
setelah menikah dan dikaruniai anak (nanti) semakin BULAT. Saya bukan hanya ingin
mendidik anak dengan cara saya dan suami saya sendiri, tapi juga tidak ingin
suatu saat melihat anak saya lebih dekat dan sayang pada pengasuh dari pada
orang tuanya sendiri.
Semoga.
Semoga.